BAB
I
PAJAK
PENGHASILAN UMUM DAN
NORMA
PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
A.
Undang-Undang
Pajak Penghasilan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas
Undang-Undan Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan mengatur mengenai
Pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan. Undang-Undang ini mengatur
pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu
tahun pajak.
Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam
Undang-Undang ini
disebut Wajib Pajak.Wajib Pajak dikenai pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya
selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak
subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun
pajak.
B.
Penghasilan
Penghasilan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1.
Penghasilan dari pekerjaan, jasa dan kegiatan.
2.
Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3.
Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta.
4.
Penghasilan lain-lain.
C.
Subjek
Pajak Penghasilan
Yang menjadi subjek pajak adalah:
1.
Orang Pribadi
2.
Warisan Yang Belum Terbagi
3.
Badan
4.
Bentuk Usaha Tetap
Subjek
Pajak Penghasilan dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam
suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia) dan Subjek Pajak Luar
Negeri (orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan).
D.
Bukan
Subjek Pajak Penghasilan
1.
Kantor Perwakilan Negara Asing
2.
Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau
pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,
dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta
negara yang bersangkutan memberikan perlakuaan timbal balik.
3.
Organisasi Internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan, dengan
syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjBudikan
usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan yang sumbernya dari Indonesia.
4.
Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan Menteri Keuangan dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan
tidak menjBudikan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
E.
Penghasilan
yang Termasuk Objek Pajak Penghasilan (Pasal 4 ayat 1)
Yang
menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk:
1.
Penggantian atau imbBudi berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbBudi dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang.
2.
Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3.
Laba usaha
4.
Keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta
5.
Penerimaan kembali dari pembayaran pajak
6.
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbBudi karena jaminan
pengembalian utang.
7.
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
8.
Royalti atau imbBudi atas penggunaan hak.
9.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10.
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11.
Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12.
Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13.
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14.
Premi asuransi.
15.
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjBudikan usaha atau pekerjaan bebas.
16.
Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
17.
Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18.
ImbBudi bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19.
Surplus Bank Indonesia.
F.
Penghasilan
Dikenai pajak Final (Pasal 4 ayat 2)
1.
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi.
2.
Penghasilan berupa hadiah undian.
3.
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura.
4.
Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan.
5.
Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah
G.
Penghasilan
Bukan Objek Pajak Penghasilan
1.
Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan harta hibahan.
2.
Warisan.
3.
Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan.
4.
Penggantian atau imbBudi sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib
pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib
pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit).
5.
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
6.
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat-syarat tertentu.
7.
Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.
8.
Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud sebelumnya, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9.
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif.
10.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjBudikan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat-syarat tertentu.
11.
Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12.
Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan,
yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya
sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13.
Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
H.
Penghasilan
Kena Pajak (PKP)
Bagi
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN), pada dasarnya terdapat 2 (dua) cara untuk menentukan
besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu :
1.
Pembukuan, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang
diperkenankan antara lain :
a.
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
b.
Biaya Penyusutan dan Amortisasi
c.
Iuran kepada dana Pensiun yang pendiriaanya disahkan oleh Menteri
Keuangan
d.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta
e.
Kerugian karena selisih kurs mata uang asing
f.
Natura di daerah tertentu
g.
Biaya lain, seperti biaya perjBudian, biaya administrasi, biaya
litbang yang dilakukan di Indonesia, magang, dan Pelatihan.
2.
Dengan Norma Penghasilan Neto
Besarnya
persentase norma ditentukan berdasarkan keputusan dirjen pajak, norma perhitungan penghasilan neto boleh digunakan wajib pajak
yang peredaran brutonya kurang dari Rp
4.800.000.000,- setahun dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan
(Pasal 14).
I.
Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan neto, yang hanya diberikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP)
sebagai (WPDN). Sesuai dengan Pasal 7 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, Menteri Keuangan diberikan
wewenang untuk menetapkan penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setelah dikonsultasikan dengan
Dewan Perwakilan Rakyat. Konsultasi Menteri
Keuangan dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2012 dan 15 Oktober 2012 yang
menyepakati penyesuaian besarnya PTKP berikut
ini:
No.
|
Kondisi
|
1 Januari 2009
s.d. 31 Desember 2012
|
Mulai 1 Januari 2013
|
Setahun
|
Sebulan
|
Setahun
|
Sebulan
|
1
|
Wajib Pajak
|
15.840.000
|
1.320.000
|
24.300.000
|
2.025.000
|
2
|
Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin
|
1.320.000
|
110.000
|
2.025.000
|
168.750
|
3
|
Tambahan Untuk Setiap Anggota Keluarga Sedarah dan Keluarga Semenda
Dalam Garis Lurus Serta Anak Angkat Yang menjadi Tanggungan Sepenuhnya,
Paling
Banyak 3 Orang Untuk Setiap Keluarga
|
1.320.000
|
110.000
|
2.025.000
|
168.750
|
4
|
Tambahan Untuk Seorang Istri Yang Penghasilannya Digabung Dengan
Penghasilan Suami
|
15.840.000
|
1.320.000
|
24.300.000
|
2.025.000
|
Catatan:
·
Dalam hal karyawati kawin (bekerja pada satu pemberi kerja), PTKP
yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. (asumsi: suami memiliki
penghasilan).
·
Dalam hal tidak kawin pengurang PTKP selain untuk dirinya ditambah
dengan PTKP yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu untuk setiap anggota
sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal) serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang yang masing-masing
besarnya Rp2.025.000 setahun atau Rp 168.750 sebulan.
·
Bagi karyawati kawin yang menunjukan keterangan tertulis dari
pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya dari kecamatan) bahwa suaminya
tidak menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sebesar
Rp2.025.000 setahun atau Rp 168.750 sebulan, dan ditambah PTKP untuk keluarga
yang menjadi tanggungannya, paling banyak 3 orang, masing-masing Rp2.025.000
setahun atau Rp168.750 sebulan.
·
Penghitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan wajib pajak
pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.
·
Status wajib pajak
Kondisi
|
Tanggungan
|
Kode
|
1 Januari 2009
s.d 31 Desember 2012
|
Mulai
1 Januari 2013
|
Tidak
kawin
|
0
|
TK/0
|
15.840.000,-
|
24.300.000,-
|
1
|
TK/1
|
17.160.000,-
|
26.325.000,-
|
2
|
TK/2
|
18.480.000,-
|
28.350.000,-
|
3
|
TK/3
|
19.800.000,-
|
30.375.000,-
|
Kawin
|
0
|
K/0
|
17.160.000,-
|
26.325.000,-
|
1
|
K/1
|
18.480.000,-
|
28.350.000,-
|
2
|
K/2
|
19.800.000,-
|
30.375.000,-
|
3
|
K/3
|
21.120.000,-
|
32.400.000,-
|
Penghasilan
Istri digabung
|
0
|
K/I/0
|
33.000.000,-
|
50.625.000,-
|
1
|
K/I/1
|
34.320.000,-
|
52.650.000,-
|
2
|
K/I/2
|
35.640.000,-
|
54.675.000,-
|
3
|
K/I/3
|
36.960.000,-
|
56.700.000,-
|
Contoh:
1.
Jika Budi adalah seorang karyawan berstatus kawin dengan dua
tanggungan, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2013 adalah sbb:
Wajib
Pajak sendiri Rp 24.300.000
Status
Kawin Rp 2.025.000
Tanggungan
2 Orang Rp 4.050.000 +
Rp 30.375.000
2.
Pada tanggal 1 Januari 2013 Bulgojo berstatus kawin dengan
tanggungan dua orang anak, apabila anak yang ketiga lahir setelah tanggal 1
Januari 2013 maka besarnya PTKP yang diberikan kepada Bulgojo untuk tahun pajak
2013 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 2 (dua) orang anak.
J.
Tarif
Pajak
Tarif
pajak penghasilan adalah tarif progresif, yaitu Tarif pajak yang prosentasenya
semakin besar apabila penghasilannya juga semakin besar. Dasar pengenaan sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Pasal 17) yaitu dengan
lapisan-lapisan pengenaan pajak penghasilan sebagai berikut :
1.
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (Perorangan)
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Punya NPWP
|
Tidak Punya NPWP
|
Rp 0 sampai Rp 50.000.000,-
|
5%
|
6%
|
Diatas
Rp 50.000.000,- s.d Rp 250.000.000,-
|
15%
|
18%
|
Diatas
Rp 250.000.000,- s.d Rp 500.000.000,-
|
25%
|
30%
|
Diatas
Rp 500.000.000,-
|
30%
|
36%
|
2.
Untuk Wajib Pajak Badan
Tarif untuk badan adalah tarif tunggal yaitu 25%. Diberlakukan sejak
tahun 2010 sampai sekarang.
K.
Perhitungan
Pajak Penghasilan
1.
Membuat
Pembukuan
a.
Untuk
Wajib Pajak Orang Pribadi (Perseorangan)
Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx –
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya yang diperkenankan Rp xxx –
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan Lain-lain Rp xxx
+
Penghasilan Netto Dalam
Negeri Rp xxx
Penghasilan Netto Luar
Negeri Rp xxx +
Penghasilan Netto Rp xxx
Kompensasi Kerugian (Max 5
Thn) Rp xxx –
Penghasilan Netto setelah
Kompensasi Rp xxx
PTKP Rp xxx
–
PKP Rp xxx
Contoh
Bagio
(K/2) adalah seorang pengusaha ukiran di Medan. Data penjualan ukiran di tahun 2013
menurut pembukuan yang dibuat adalah sebesar Rp 650.000.000 dengan harga pokok penjualan
sebesar Rp 300.000.000. Biaya-biaya untuk memproduksi semua jenis ukiran meliputi
biaya operasional Rp15.000.000 dan biaya administrasi Rp17.500.000. Pada tahun
2013 Bagio juga menerima penghasilan dari ruko yang disewakannya sebesar Rp 20.000.000.
Hitunglah berapa besarnya pajak penghasilan yang terutang apabila masih terdapat
sisa kerugian tahun 2010 sebesar Rp 25.000.000 ?
Perhitungan
PPh Terhutang:
Peredaran Usaha Rp
650.000.000
Harga Pokok Penjualan Bagio Rp 300.000.000 –
Penghasilan Bruto Rp 350.000.000
Biaya yang diperkenankan
(Biaya Opr dan Adm) Rp 32.500.000 –
Penghasilan Neto Usaha Rp 317.500.000
Penghasilan Lain-lain Rp 20.000.000
+
Penghasilan Netto Dalam
Negeri Rp 337.500.000
Penghasilan Netto Luar
Negeri Rp 0 +
Penghasilan Netto Rp 337.500.000
Kompensasi Kerugian (Max 5
Thn) Rp 25.000.000 –
Penghasilan Netto setelah
Kompensasi Rp 312.500.000
PTKP (K/2) Rp 30.375.000
–
PKP Rp
282.125.000
Pajak Penghasilan Terhutang
:
5 % x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15 % x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 32.125.000 = Rp 8.031.250
+
Rp 40.531.250
b.
Untuk
Wajib Pajak Badan
Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx –
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya yang diperkenankan Rp xxx –
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan Lain-lain Rp xxx +
Penghasilan Netto Dalam
Negeri Rp xxx
Penghasilan Netto Luar
Negeri Rp xxx +
Penghasilan Netto Rp xxx
Kompensasi Kerugian (Max 5
Thn) Rp xxx –
PKP Rp xxx
PPh Terutang = PKP x Tarif
Pasal 17
Contoh
PT Canggih Komputer adalah perusahaan
yang bergerak di bidang penjualan sparepart komputer. Berikut ini adalah
data keuangan pada kegiatan usaha tahun 2013: Penerimaan bruto
Rp70.000.000.000, persediaan per 1 Januari 2012 Rp15.000.000.000, persediaan
per 31 Desember 2012 Rp12.500.000.000, pembelian selama tahun 2012
Rp20.000.000.000, dan biaya administrasi & operasional Rp750.000.000. Di
luar kegiatan usahanya, PT Canggih Komputer memperoleh penghasilan dari
penyewaan mesin milik perusahaan sebesar Rp50.000.000. Hitunglah berapa
besarnya pajak penghasilan terutang jika masih terdapat sisa kerugian tahun
2009 senilai Rp200.000.000!
Penghitungan PPh Terhutang:
Peredaran Usaha Rp
70.000.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 22.500.000.000 –
Penghasilan Bruto Rp 47.500.000.000
Biaya yang diperkenankan
(Biaya Opr dan Adm) Rp 750.000.000 –
Penghasilan Netto Usaha Rp 46.750.000.000
Penghasilan Lain-lain Rp 50.000.000 +
Penghasilan Netto Dalam
Negeri Rp 46.800.000.000
Penghasilan Netto Luar
Negeri Rp 0 –
Penghasilan Netto Rp 46.800.000.000
Kompensasi Kerugian (Max 5
Thn) Rp 200.000.000 –
PKP Rp 46.600.000.000
Pajak Penghasilan Terhutang
:
25% x Rp 46.600.000.000 = Rp
11.650.000
2.
Norma
Perhitungan Penghasilan Netto
Contoh
Selain membuka praktek di rumahnya yang
berada di daerah Jakarta, Dokter Ipin (K/3) memiliki bisnis perdagangan handphone.
Diketahui penghasilan brutonya sebagai seorang dokter selama tahun 2013 adalah
sebesar Rp100.000.000 dan dari bisnis penjualan handphone sebesar Rp45.000.000.
Berapakah pajak penghasilan yang terutang berdasarkan norma perhitungan jika
diketahui prosentase norma untuk dokter 40% dan penjualan handphone 12%?
Penghitungan dengan norma
perhitungan penghasilan neto :
Penghasilan
Neto :
Kegiatan Dokter: 40 % x Rp 100.000.000 = Rp 40.000.000
Penjualan Handphone : 12 % x Rp 45.000.000 = Rp 5.400.000 +
Jumlah Penghasilan Netto =
Rp 45.400.000
PTKP (K/3) =
Rp 32.400.000 –
Penghasilan Kena Pajak =
Rp 13.000.000
Pajak Penghasilan yang Terutang :
5 % x Rp 13.000.000 = Rp 650.000